BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Instalasi Radiologi sebagai salah satu unit penunjang medik memiliki peranan dalam terwujudnya pelayanan kesehatan yang optimal oleh suatu Rumah Sakit. Untuk itu dibutuhkan beberapa fasilitas – fasilitas yang dapat menunjang kinerja suatu instalasi radiologi, salah satunya adalah kamar gelap. Kamar gelap merupakan suatu ruangan khusus yang digunakan sebagai tempat untuk proses pengolahan film, yang didalamnya terjadi proses pembangkitan secara kimiawi (Chesney, 1989).
Kamar gelap masih memegang peranan penting dalam suatu instalasi radiologi pada sebagian besar Rumah Sakit yang ada di Indonesia, padahal saat ini telah berkembang modalitas imaging seperti CR (computer radiography), DR (digital radiography) dan beberapa jenis modalitas imaging lainnya yang tidak lagi memanfaatkan kamar gelap sebagai bagian dari proses penghasilan radiograf. Tetapi hal ini tidak berlaku bagi sebagian besar Rumah Sakit di Indonesia mengingat tidak semua Rumah Sakit memiliki modalitas imaging tersebut.
Oleh sebab itu perencanaan pembangunan suatu instalasi radiologi harus memperhatikan penataan setiap ruangan termasuk kamar gelap. Konstruksi dan penataan kamar gelap yang baik akan menunjang efisiensi kerja dan diharapkan mampu memberikan keamanan baik kepada petugas kamar gelap maupun alat dan bahan yang terdapat didalamnya.
Pengalaman di lapangan menunjukkan bahwa kamar gelap yang dipakai di rumah sakit di Indonesia merupakan salah satu mata rantai yang lemah sehingga untuk menilai baik atau tidaknya bagian rontgen di Indonesia cukup dengan menilai kamar gelapnya. Kamar gelap harus selalu bersih dan ini mencerminkan kualitas petugas yang bekerja didalamnya (Rasad, 1992).
Selama penulis melakukan praktek kerja nyata di Rumah Sakit Swasta, penulis melihat kinerja ruang kamar gelap di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta belum optimal. Hal ini dilihat dari waktu proses di kamar gelap yang cukup memakan waktu, sehingga mempengaruhi waktu pelayanan terhadap pasien yang relatif lama. Selain itu penggunaan sistem satu pintu yang memiliki resiko cukup tinggi terhadap keamanan film. Untuk itu penulis ingin mengkaji lebih jauh tentang non efisiensi waktu di kamar gelap Instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta dalam bentuk laporan praktek kerja nyata dengan judul “FAKTOR – FAKTOR PEYEBAB NON EFISIENSI WAKTU DI KAMAR GELAP INSTALASI RADIOLOGI RUMAH SAKIT SWASTA”.
1.2. Rumusan Masalah
Permasalahan yang dikemukakan penulis dalam laporan praktek kerja nyata ini adalah :
1. Apakah faktor – faktor penyebab terjadinya non efisiensi waktu di kamar gelap Instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta ?
2. Apakah pengaruh dari penggunaan sistem satu pintu pada kamar gelap di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta ?
1.3. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan laporan Praktek Kerja Nyata ini adalah :
1. Mengetahui faktor – faktor penyebab terjadinya non efisiensi waktu di kamar gelap Instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta
2. Mengetahui pengaruh dari penggunaan sistem satu pintu pada kamar gelap di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta
3. Agar mahasiswa dapat mengetahui masalah-masalah yang dihadapi dalam pengelolaan dan pelayanan radiodiagnostik dan mengetahui pemecahan masahal tersebut.
1.4. Manfaat Penulisan
Manfaat dari penulisan laporan ini adalah sebagai berikut :
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Praktek Kerja Nyata.
2. Agar mahasiswa mampu melaksanakan pengelolaan dan pelayanan radiodiagnostik dengan baik.
3. Agar mahasiswa mampu menyusun laporan kerja dan mempresentasikan dalam forum diskusi atau seminar.
4. Sebagai bekal bagi mahasiswa untuk bekerja nantinya.
1.5. Sistematika Penulisan
Untuk memberikan arah dan gambaran umum laporan ini secara keseluruhan, sehingga dapat memahami inti permasalahan yang dibahas, maka penulis menyusun sistematika laporan ini sebagai berikut :
Bab I : Pendahuluan, yang berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan penulisan, manfaat penulisan dan sistematika laporan.
Bab II : Tinjauan Pustaka, yang meliputi landasan teori sebagai pedoman laporan ini.
Bab III : Metodologi, meliputi jenis metode, tempat dan waktu pengumpulan data, subyek yang terlibat, dan metode pengambilan data.
Bab IV : Hasil dan pembahasan, meliputi gambaran umum Rumah Sakit dan pelayanan Instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta, paparan masalah, serta pembahasannya.
Bab V : Penutup, berisi kesimpulan dan saran
Daftar Pustaka
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pengertian Kamar Gelap
Kamar gelap merupakan suatu ruangan khusus yang digunakan sebagai tempat untuk proses pengolahan film, yang didalamnya terjadi proses pembangkitan secara kimiawi (Chesney, 1989).
Kamar gelap merupakan suatu ruangan khusus yang digunakan sebagai tempat untuk proses pengolahan film dan sebagai tempat berlangsungnya proses awal dan akhir dari pembuatan radiograf, dan pada proses tersebut kamar gelap ikut berperan penting, karena mempengaruhi kualitas radiograf yang dihasilkan (Junkins David, 1980).
2.2. Fungsi Kamar Gelap (Junkins David, 1980)
Beberapa fungsi kamar gelap adalah sebagai berikut :
1. Menerima dan memberikan kaset yang berisi film.
2. Identifikasi film.
3. Mengisi film ke dalam kaset dan mengeluarkan film dari kaset dengan penerangan lampu pengaman.
4. Memelihara dan merawat lembar penguat dan kaset.
5. Pengolahan film.
6. Membuat duplikasi dan substraksi film.
7. Menyimpan persediaan film dan pengujian lampu pengaman.
2.3. Syarat – syarat Kamar Gelap
Kamar gelap harus memenuhi syarat-syarat tertentu supaya radiograf yang dihasilkan baik sehingga informasi diagnosis yang diperoleh juga akan maksimal,syarat – syarat kamar gelap antara lain :
1. Lokasi kamar gelap (Chesney, 1989)
a. Kamar gelap harus diatur sedemikian rupa sehingga mudah dicapai dari tiap-tiap kamar pemeriksaan.
b. Keadaan kamar gelap tidak lembab dan panas.
c. Dapat memperoleh suplai air dan listrik yang cukup.
d. Dekat dengan ruang pengecekan film.
2. Susunan kamar gelap
a. Ukuran kamar gelap harus ditentukan menurut kapasitas dan beban kerja harian pada semua pemeriksaan.
b. Cukup terlindung dari cahaya matahari dan cahaya dari ruangan lain.
c. Proteksi bahaya radiasi dari ruang pemeriksaan.
d. Ventilasi yang memadahi.
e. Pengaturan suhu udara dalam kamar, sehingga cairan pencuci film dapat mempertahankan suhu pencucian.
f. Persediaan air yang cukup dan sistem pembuangan yang efisien.
g. Lantai yang dilapisi ubin.
h. Dinding kamar yang dilapisi ubin setinggi 1,5-2 m dan disela-sela ubin ditutup dengan semen murni, langit-langit dicat dengan warna cerah.(Hoxter, 1973)
3. Konstruksi Kamar Gelap
a. Ukuran kamar gelap
Sebuah kamar gelap minimal berukuran 10 m2 dan tinggi dinding kurang lebih 2,5 – 3 m.kamar gelap ini digunakan secara konstan dan mempunyai petugas kamar gelap yang bekerja penuh (Chesney, 1989)
b. Lantai kamar gelap
Kamar gelap seharus mempunyai lantai berwarna terang untuk mempermudah pekerjaan pada ruangan yang sedikit cahaya. Selain itu juga harus memenuhi syarat tidak mudah keropos, tidak licin, tahan terhadap zat kimia serta dilapisi ubin.
c. Dinding kamar gelap
Dinding kamar gelap sebaiknya berwarna cerah dan tidak mudah luntur, cahaya yang dipantulkan dinding tidak memberikan efek pada proses pencucian radiograf yang dihasilkan dan mudah dibersihkan.
d. Langit-langit kamar gelap
Langit-langit kamar gelap harus dibuat dari bahan yang tidak mengelupas, juga mempunyai ketebalan yang sesuai dengan ketentuan proteksi radiasi.
e. Ventilasi kamar gelap
Ventilasi yang kurang akan menyebabkan proses pencucian yang tidak efisien karena adanya peningkatan suhu. Selain penggunaan ventilasi, terutama pada ruangan tertutup, untuk mencegah kenaikan suhu tersebut yaitu penggunaan sistem AC yang baik, yang memberikan kelembaban dan suhu antara 18-20 0C. Selain itu juga dapat digunakan kipas angin pada dua sudut ruangan yang berlawanan.
f. Proteksi radiasi
Proteksi radiasi diperlukan karena hal – hal sebagai berikut :
a. Ada petugas didalamnya
b. Ada bahan – bahan yang peka terhadap cahaya
c. Letak kamar gelap dekat dengan sumber radiasi yaitu kamar pemeriksaan
Syarat proteksi pada kamar gelap harus mempunyai bangunan penahan radiasi yang baik dan dirancang untuk melindungi dari bahaya radiasi, baik radiasi primer maupun radiasi sekunder. Untuk itu struktur ruangan tempat penyimpanan film harus memiliki ketebalan ekuivalen 2 mm Pb. Dinding kamr gelap bias dibuat dari berbagai bahan dengan ketenalan tertentu, misalnya 1 bata atau 22,5 cm jika dinding dari batu bata dmn 15 cm jika dinding dari beton.
g. Penerangan kamar gelap
Sistem pencahayaan kamar gelap ada dua yaitu :
a. Penerangan khusus (safetylight)
Semua bahan film akan secara langsung terkena fog jika dieksposi dengan lampu putih. Safetylight adalah lampu yang bercahaya tapi suram dan memberikan pencahayaan yang secukupnya. Apabila terjadi eksposi yang singkat maka fog yang timbul tidak begitu mengganggu gambaran radiograf tetapi sebaliknya nial dieksposi dibawah safetylight terlalu lamaakan menimbulkan fog yang dapat merugikan
b. Penerangan umum
Syarat – syarat dari lampu penerangan umum antara lain :
1) Sakelar lampu diletakkan pada ktinggian tertentu sehingga tidak terjadi kontak yang tidak disengaja.
2) Sebaiknya ditempatkan tertutup permukaanya guna menghindari bayangan yang kuat
h. Sistem pintu kamar gelap
Pintu yang digunakan pada kamar gelap harus ringan, dapat dikunci, dapat berfungsi sebagai ventilasi, memenuhi syarat proteksi radiasi, tidak ada kebocoran cahaya, dan petugas dapat keluar masuk tanpa mengganggu proses pencucian film.
Beberapa sistem pintu kamar gelap, meliputi :
1) Sistem satu pintu
Kamar Gelap sistem satu pintu merupakan suatu konstruksi kamar gelap yang sederhana dimana digunakan satu daun pintu sebagai jalan keluar masuk ke dalam kamar gelap. Pintu yang digunakan harus memiliki syarat sebagai berikut
a. Ringan
b. Dapat dikunci denan baik
c. Memenuhi syarat proteksi radiasi
d. Tidak ada kebocoran cahaya
Kamar gelap sistem ini beresiko tinggi terhadap keselamatan film, sehingga untuk menunjang hasil radiograf yang baik perlu adanya petugas khusus kamar gelap. Untuk menghindari penundaan pengolahan film ditambahkan adanya kotak pergantian kaset (Chesney, 1989). Kelebihan dari sistem ini yaitu biaya yang diperlukan lebih murah, tidak memerlukan tempat yang luas, dapat memuat barang yang relatif besar.
Kekurangan dari sistem satu pintu adalah, bila pintu dibuka cahaya langsung masuk, apabila akan masuk kamar gelap sampai harus menunggu pengolahan film yang sedang berlangsung.
2) Sistem dua pintu
Keuntungan dari sistem ini dapat menghindari cahaya yang masuk meskipun salah satu pintu dibuka. Sedang kelemahannya adalah memerlukan sistem kunci untuk menghindari pintu terbuka secara bersamaan, sistem ini juga memerlukan tempat yang luas (Chesney, 1989)
2 |
1 |
Gambar 1. Pintu kamar gelap dengan sistem dua pintu
(hoxter, 1973)
Keterangan :
1. Kamar gelap
2. Jalan masuk kamar gelap
3) Sistem labirin
Pintu jenis labirin tidak memerlukan daun pintu serta dat pula dihadiri oleh fasilitas. Dengan pintu ini petugas dapat masuk dan kluar kamar gelap tanpa mengganggu aktivitas kerja didalamnya, selain itu masuknya cahaya dapat dihindari. Tetapi pintu jenis ini memiliki kelemahan yaitu memerlukan tempat yang lebih luas dan barang – barang yang besar sulit dimasukkan . Pintu jenis labirin mempunyai beberapa bentuk (Chesney, 1981) antara lain :
a. Sistem labirin dengan satu jalan masuk
1 |
2 |
Gambar 2. Pintu kamar gelap dengan sistem labirin
satu pintu masuk (Chesney, 1981)
Keterangan :
1. Kamar gelap
2. Jalan masuk kamar gelap
b. Sistem labirin dengan dua jalan masuk
1 |
2 |
2 |
Gambar 3. Pintu kamar gelap dengan sistem labirin dengan bentuk S (Hoxter, 1971)
c. Sistem labirin dengan bentu huruf S
1 |
2 |
Gambar 4. Pintu kamar gelap dengan sistem labirin dengan bentuk S (Hoxter, 1971)
Keterangan :
3. Kamar gelap
4. Jalan masuk kamar gelap
4) Sistem pintu putar
Sistem pintu putar mempunyai beberapa kelebihan yaitu petugas dapat keluar masuk ke dalam kamar gelap tanpa harus menunggu proses pencucian yang di dalam selesai. Selain itu pintu jenis ini tidak memerlukan kunci khusus dan tidak terlalu banyak memerlukan tempat, juga cahaya dari luar tidak dapat masuk. Tetapiu pintu jenis ini tidak sering ditemui karena pintunya terbuat dari bahan khusus yang harganya mahal.
1 |
2 |
2 |
3 |
Gambar 5. Pintu kamar gelap dengan sistem putar
(Chesney, 1989)
Keterangan :
1. Kamar gelap
2. Dinding
3. Jalan masuk kamar gelap
Idealnya semua bentuk pintu kamar gelap harus mempunyai pintu darurat yang diperlukan untuk bahaya kebakaran ( Chesney, 1989)
2.4. Perlengkapan kamar gelap
a. Film Rontgen
Didasarkan pada kecepatan atau speednya, film rontgen dibedakan menjadi tiga yaitu :
1. High Speed
2. Medium Speed
3. Low Speed
Sedangkan ukuran yang digunakan adalah ; 18 x 24 cm, 24 x 30 cm, 30 x 40 cm, 35 x 35 cm, 35 x 43 cm. Untuk film dental
; 2 x 3 cm, 3 x 4 cm (Hoxter, 1973)
b. Kaset
Merupakan kotak gepeng yang dapat diisi film. Fungsi kaset adalah :
1. Melindungi film dari pengaruh cahaya
2. Melindungi tabir penguat dai tekanan mekanik
3. Menjaga agar kontak antara screen dan film tetap terjaga rata (Chesney, 1989)
c. Tabir penguat (Screen)
Yaitu lembaran yang dapat memancarkan cahaya tampak bila terkena sinar-X. Tabir penguat dibedakan menjadi tiga jenis menurut kecepatanya :
1. Tabir penguat dengan kecepatan rendah (low speed)
2. Tabir penguat dengan kecepatan sedang (medium speed)
3. Tabir penguat dengan kecepatan tinggi (High Speed)
d. Kotak pergantian kaset (transfer box)
Kotak ini berfungsi menghubungkan ruang pemeriksaan dengan kamar gelap sehingga petugas tidak perlu keluar masuk kamar gelap dengan membawa kaset.
e. Meja tempat pembongkaran film
Meja ini mempunyai panjang ±3-4 kali kaset berukuran terbesar dalam keadaan terbuka, dengan lebar 60 cm dan tinggi 90 cm. Sebaiknya terbuat dari kayu yang keras.
f. Kotak penyimpan film
Kotak ini digunakan untuk menyimpan film yang belum disinari yang terdiri dari beberapa bagian sesuai dengan ukuran film yang ada. Kotak ini dilengkapi dengan rangkaian elektronik yang dihubungkan dengan pintu kamar gelap dan lampu penerangan umum, sehingga keamanan film dari cahaya lebih terjamin karena pintu kamar gelap tidak dapat dibuka dan lampu penerangan umum tidak dapat dinyalakan pada saat kotak ini terbuka.
g. Rak kaset
Rak kaset merupakan tempat untuk menyimpan kaset yang terdiri dari sejumlah bagian vertikal dengan ketinggian yang bervariasi sesuai dengan ketinggian yang disimpan
h. Lemari
Lemari yang berada dalam meja tempat bingkar muat film ke dalam kaset yang digunakan untuk tempat persediaan film dalam jumlah yang sedikit juga dapat digunakan sebagai penambah kotak untuk menyimpan film.
i. Alat pencetak identitas
Yaitu alat yang digunakan untuk mencetak identitas pasien dengan cara fotografis yang menggunakan cahaya lampu, dengan adanya identitas pada radiograf maka dapat dibedakan antara radiograf satu dengan yang lainnya.
j. Processing film
Processing film secara umum dibagi menjadi dua jenis yaitu processing otomatis dan manual. Ciri khas processing manual adalah pengolahan secara manual terdiri dari tangki besar dan tangki yang lebih kecil yang disusun dari kiri ke kanan atau sejajar. Urutan isi tangki dari kiri ke kanan adalah :
1. Tangki yang paling kiri berisi larutan developer
2. Tangki yang berisi air yang berguna untuk mencuci film setelah dari larutan developer (pembilasan awal)
3. Tangki yang berisi fixer
4. Tangki yang berisi air yang berguna untuk mencuci film setelah dari larutan fixer (pembilasan akhir)
Sedangkan Alat processing film otomatis bekerja secara elektrik dalam pengolahan larutan yang digunakan juga berbeda dengan pengolahan manual. Alat processing otomatis sebaiknya dipilih dengan bentuk sedemikian rupa sehingga dapat diatur antara kamar gelap dan ruang pengecekan film. Film yang telah diekspos dimasukkan ke dalam kamar gelap, dan menghasilkan radiograf yang keluar langsung pada tempat pengecekan film. Hal ini supaya mempercepat dalam pengecekan film.
BAB III
METODE PENGAMBILAN DATA
2.1. Jenis Metode
Penyusunan Laporan Praktek Kerja Nyata ini menggunakan metode Rapid Assesment Procedure (RAP) yaitu pengumpulan data dilakukan secara cepat dan dalam waktu yang singkat.
2.2. Tempat dan Waktu Pengambilan Data
Tempat pengambilan data dari Laporan Praktek Kerja Nyata ini adalah di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta dan waktu pengambilan data dilakukan pada saat melaksanakan Praktek Kerja Nyata pada tanggal 12 Maret sampai 7 April 2007.
2.3. Subjek
Subjek dari penyusunan Laporan Praktek Kerja Nyata ini adalah radiografer di Instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta.
2.4. Metode
1. Observasi
Penulis melakukan pengamatan secara langsung mengenai proses pemotretan, pencucian, sampai menjadi radiograf khususnya di kamar gelap Instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta.
2. Wawancara
Untuk melengkapi data, penulis melakukan wawancara dengan radiografer di instalasi Radiologi Rumah Sakit Swasta, sehingga penulis memperoleh informasi tentang tata ruang kamar gelap
3. Dokumentasi
Penulis mendokumentasikan data yang berupa denah instalasi radiologi dan data-data lain yang telah ada di rumah sakit.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Rumah Sakit
4.1.1. Sejarah singkat Rumah Sakit Swasta.
Pada tahun 1948 timbul gagasan untuk mendirikan rumah sakit Kristen oleh pekerja Zending di Semarang ialah Zr. N. G. de jong dan Ds. P. H. van Eyk. Maka dibentuklah panitia pendirian klinik bersalin dengan ketua Ds. R. Soehardi Hadipranowo. Tanggal 19 Januari 1950 pembentukan klinik bersalin Rumah sakit yang mengandung arti Rumah Sih Kamirahan / Kawilasan, pada saat itu tenaga kerja berjumlah 9 orang. Semakin tahun RS. Rumah sakit semakin berkembang hingga pada Januari 1952 dr. G. J. Dreckmeler datang (sebelumnya memimpin rumah sakit Zending di Magelang). Selama 5 tahun Beliau berjuang bekerja keras dan membangun ruangan – ruangan baru, sehingga klinik bersalin Rumah sakit menjadi Rumah Sakit Anak dengan jumlah tenaga 40 orang dan tempat tidur 40 buah. Jumlah persalinan selama tahun 1952 sebanyak 903 kasus atau rata – rata 75 kasus / bulan. Pada tahun 1953 untuk menampung tenaga perawat yang makin banyak maka didirikan asrama. Tahun 1956 dibuka lembaga pendidikan untuk mendidik Pembantu bidan. Dr. J. Bol (dari purwodadi) dating, memusatkan perhatiannya pada biro konsultasi dan poliklinik kanak – kanak, dr. G. J. Dreckmeter pindah ke RSK Ngesti Waluyo Parakan. Pengganti belum ada karena kurangnya tenaga baik dari GKJ maupun GKI. Tenaga dari Nederland tidak mungkin diharapkan karena factor politis. Selama kekosongan ini dibantu oleh dr. A. J. Soedono Tahun 1965 dr. J. Bol juga pergi, lembaga – lembaga pendidikan ditingkatkan dengan membuka sekolah bidan. Tugas poliklinik kanak – kanak dibawah pengawasan dr. David Pr.
Tahun 1969 dr. B. Kandoe datang dari Medan dan menggantikan dr. Thio Kee Tiong yang mengundurkan diri sebagai pemimpin Rumah Sakit Bersalin Rumah sakit. Tahun 1969 – 1973 dinawah pimpinan dr. A. Hoogerwerf dilaksanakn pembangunan kompleks rumah sakit baru di JL.kota. Tepatnya tanggal 5 Mei 1973 oleh Bapak Walikota Dati II Koya Semarang Rumah Bersalin Rumah sakit ditingkatkan menjadi Rumah Sakit Bersalin Rumah sakit berkedudukan di Jl. Citarum 98 Semarang. Sebagian peralatan dipindah ke lokasi baru, bangunan di Jl. Dr. Cipto 50 mulai direstorasi dengan maksud untuk menjadi bagian penyakit dalam dan bedah, sedangkan yang ada di jalan Citarum untuk bagian kebidanan, penyakit kandungan dan penyakit anak. Lalu pada tanggal 28 November 1973 dr. Mangkurejo Sadijo (dari BP Pnti Rahayu YAKKUM Purwodadi) datang untuk memimpin komplek Rumah sakit Jl. Dr. Cipto 50. Tanggal 19 Januari 1974 pelayanan di komplek Jl. Dr. Cipto diresmikan Rumah Sakit Bersalin dan Anak. Tahun 1974 – 1978 terjadi penarikan tenaga asing. Pengembangan baik prasarana maupun sarana dari RS.Bersalin dan Anak mengarah menjadi Rumah Sakit Umum. Masuknya dokter – dokter ahli tamu part timer di hamper berbagai bidang keahlian. Dan akhirnya pada tanggal 1 November pemisahan diri RS. Rumah sakit di komplek RS. Jl. Dr. Cipto 50 Menjadi Rumah Sakit Rumah sakit II dan komplek RS. Jl. Citarum menjadi RS. Rumah sakit I. Tanggal 2 Maret 1985 SK. Men. Kes RI No. 29/Yan/Med/ RS/KS/1985 ditetapkan Rumah Sakit Rumah sakit tipe D dengan 60 tempat tidur
Tahun 1985 dr. Guno Samekto ditetapkan menjadi pj. Direktur. Tahun 1985 – 1988 peningkatan sarana dan prasarana. Pada tahun 1988 sampai tahun 1991 dr. Soehardjo memangku jabatan sebagai Direktur RS. Rumah sakit II. Tahun 1991 – 1997 dengan SK YAKKUM No. 1966-DP/K. PUK. SMG. II/1993 Tanggal 18 Desember dr. Sri Kadarsih Soebroto ,MM menjabat sebagai Direktur RS. Rumah sakit II menggantikan dr. M. haryanto.
Tanggal 1 April 1994 tepat pada permulaan pembangunan jangka panjang RI Tahap II, RS. Rumah sakit II memulai renovasi total yang ditangani oleh panitia pembangunan dan renovasi total. Agar tidak member kesan “To be the second Hospital maka melalui SK Direktur Jenderal Pelayanan Medik tanggal 29 Agustus 1995 No. : YM. 02.04.3.5.03831. nama RS. Rumah sakit II diubah menjadi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto”.
Pada periode 1997 – 2001 kembali Direktur dijabat oleh dr. Sri Kadarsih Subroto, MM. Akhir Tahun 1998 memperoleh sertifikat akreditasi penuh dari komite akreditasi rumah sakit untuk 5 standar pelayanan, yaitu :
1. Standar Administrasi dan manajemen
2. Standar Instalasi gawat darurat
3. Standar pelayanan medik
4. Standar perawatan
5. Standar rekam medis.
Hingga awal 2007 kapasitas tempat tidur berjumlah 150 dengan tenaga karyawan sebesar 437 orang
4.1.2. Profil Rumah Sakit Rumah sakit “ Dr. Cipto ” Semarang
a. Nama Rumah Sakit : RS. Rumah sakit “ Dr. Cipto ”
b. Jenis Pelayanan : Rumah Sakit Umum
c. Tipe Rumah Sakit : Madya
d. Kapasitas Tempat Tidur : 180 buah
e. Status Kepemilikan : Yayasan Kristen Untuk Kesehatan Umum (YAKKUM)
f. Alamat : Jl. Dr. Cipto No. 50 Semarang
g. No. Telepon : (024) 3546040
h. No. Facsimile : (024) 3546042
i. E – Mail : rspwdc@semarang.wasantara.net.id
j. Ijin Rumah Sakit : No. YM.02.3.5.5307 Berlaku s/d 2006
k. Luas Bangunan : 3000 m2
l. Luas Tanah : 4600 m2
m. Ketenagaan : Dr. Umum Full Timer 5 orang
Dr. Gigi Full Timer 1 orang
Dr. Gigi Part Timer 4 orang
Dr. Spesialis Full Timer 5 orang
Dr. Spesialis Part Timer 50 orang
Paramedis 112 orang
Non medis 105 orang
n. Visi : Suatu keadaan masyarakat sejahtera yang dirasakan oleh masyarakat, dalam pengertian sehat Bio-Psiko-Sosio-Kulutural dan Spiritual
o. Misi : Mewujudkan kasih Tuhan kepada masyarakat melalui pelayanan kesehatan RS. Rumah sakit “ Dr. Cipto ”
p. Motto : Pelayanan kesehatan dengan cinta kasih, mengutamakan kualitas pelayanan dan tugas kemanusiaan
4.2. Pelayanan Instalasi Radiologi
4.2.1. Visi, Misi, dan Motto Radiologi
Visi dari Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” adalah menciptakan keadaan sehat yang dirasakan oleh masyarakat, melalui pelayanan radiologi guna menunjang pelayanan medis. Visi ini merupakan salah satu bentuk andil Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” dalam mendukung visi Rumah Sakit pada umumnya.
Misi yang diemban oleh Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” ialah mewujudkan cinta kasih tuhan melalui Pelayanan Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” .
“Cepat, Tepat dan Aman” merupakan motto yang dipegang oleh setiap petugas Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” dalam tujuannya memberikan pelayanan radiodiagnostik dan penunjang medis untuk pelayanan rutin dan gawat darurat sesuai dengan fasilitas yang ada.
4.2.2. Manajemen Radiologi
Kepala Instalasi bertanggung jawab langsung terhadap Direktur Rumah Sakit. Dimana sebelumnya kepala Instalasi akan memperoleh laporan dari kepala ruang radiologi baik pelayanan maupun administrasi dalam beberapa jangka waktu tertentu.
Instalasi Radiologi melayani pasien dari Poliklinik Rawat Jalan, Rawat inap dan IRD atau praktek pribadi dokter. Pelayanan dilaksanakan oleh petugas Radiologi yang bertanggung jawab terhadap kepala Instalasi melalui atasannya langsung yaitu kepala ruang radiologi.
Kinerja Instalasi Radiologi digambarkan dalam suatu struktur organisasi yang menggambarkan fungsi hubungan masing – masing jabatan, seperti dibawah ini :
PENANGGUNG |
DIREKTUR |
PENANGGUNG JAWAB ADMINISTRASI + ARSIP |
KA INSTALASI RADIOLOGI |
KA RUANG RADIOLOGI |
PENANGGUNG |
PENANGGUNG |
Bagan 1. Struktur Organisasi Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto”
4.2.3. Alur Pelayanan Radiologi
Alur atau tata cara pelayanan yang berlaku di Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” adalah sebagai berikut :
1. Rawat Jalan
Ø Pasien datang ke poliklinik untuk diperiksa. Setelah diperiksa oleh dokter di poliklinik tersebut, dokter akan memberikan formulir pemeriksaan radiologi. Khusus pasien untuk rujukan dari dokter praktek swata (luar) petugas radiologi akan menghubungi dokter jaga untuk dibuatkan surat pemeriksaan .
Ø Petugas radiologi akan memberi informasi tentang biaya yang akan dikeluarkan oleh pasien atau pasien boleh menanyakannya ke bagian administrasi terlebih dahulu (maka petugas administrasi yang akan menanyakannya petugas radiologi melalui telpon). Untuk pemeriksaan yang memerlukan persiapan seperti IVP, prosedur persiapan akan dijelaskan oleh petugas radiologi. Setelah pasien menyetujui biaya yang akan dikeluarkan maka petugas radiologi akan melakukan registrasi pencatatan dan melakukan pemotretan.
Ø Selagi pasien difoto, apabila pasien diantar maka petugas radiologi akan mempersilahkan pengantar untuk membayar biaya pemotretan. Tetapi bila pasien tidak diantar, setelah dilakukan pemotretan maka pasien dipersilahkan membayar terlebih dahulu di kasir.
Ø Apabila pasien telah membayar, petugas administrasi akan menerima pembayaran dan memberi tanda bukti lalu menunjukkan kepada pengantar atau pasien untuk kembali menuju instalasi Radiologi
Ø Pengantar atau pasien menunjukkan tanda bukti lunas kepada petugas radiologi. Petugas Radiologi akan memberikan informasi kapan foto dapat diambil (dibaca lebih dahulu oleh dokter spesialis radiologi) serta memberikan kartu pengambilan hasil rontgen. Khusus pasien poliklinik foto rontgen boleh dipinjam untuk diperlihatkan kepada dokter yang meminta dilakukannya pemeriksaan radiologi (pinjam basah).
POLIKLINIK |
ADMINISTRASI PASIEN |
INSTALASI RADIOLOGI |
Bagan 2. Alur pelayanan pasien rawat jalan
DOKTER PRAKTEK SPESIALIS |
DOKTER JAGA |
INSTALASI RADIOLOGI |
ADMINISTRASI |
Bagan 3. Alur pelayanan pasien luar
2. Pasien Rawat Inap
Ø Dokter menuliskan macam pemeriksaan yang dikehendaki dan mengisi formulir pemeriksaan radiologi
Ø Perawat menghubungi Instalasi Radiologi untuk menyakan biaya dan jadwal pemeriksaan lalu menginformasikan biaya yang akan dikeluarkan oleh pasien. Untuk pemeriksaan yang memerlukan media kontras, bagian perawatan mendaftarkan pasien ke Instalasi Radiologi satu hari sebelumnya.
Ø Perawat mempersiapkan pasien sesuai dengan macam pemeriksaan yang diminta oleh Dokter (dengan / tanpa kontras). Perawat mengantar pasien ke Instalasi Radiologi dengan membawa formulir permintaan foto rontgen dan status.
Ø Menyerahkan formulir dan status kepada petugas rontgen. Petugas radiologi menerima formulir dan status pasien dan melaksanakan pemeriksaan foto rontgen sesuai dengan permintaan dokter.
Ø Petugas radiologi melakukan pencatatan pada kartu pembebanan penunjang medik (KPPM) serta memberikan cap foto rontgen pada kartu Rawat Inap.
Ø Petugas Radiologi memasukkan besarnya biaya karena sistem pembayaran digunakan dengan sistem billing.
DOKTER |
ADMINISTRASI |
INSTALASI |
BAGIAN |
Bagan 4. Alur Pelayanan pasien rawat inap
3. Pengambilan Hasil Rontgen
Ø Dokter spesialis Radiologi akan memberikan hasil ekspertisi foto rontgen yang diminta oleh dokter pengirim.
Ø Pasien datang ke Instalasi Radiologi dengan menunjukkan kartu pengambilan atau tanda teriam lunas kepada petugas radiologi.
Ø Petugas radiologi akan mencatat tanggal foto rontgen, tanggal pengambilan, nama pasien, jenis foto, nomor foto dan tanda terima yang ditandatangani oleh penerima foto.
Ø Pasien dipersilahkan untuk kontrol dokter dengan membawa foto rontgen dan hasil ekspertisi radiolog
DOKTER SPESIALIS RADIOLOGI |
PASIEN |
PETUGAS INSTALASI RADIOLOGI |
Bagan 5. Alur pelayanan pengambilan hasil rontgen
4.2.4. Administrasi dan Arsip Radiologi
Hal – hal yang berhubungan dengan administrasi dan arsip radiologi, antara lain :
a. Pendaftaran Pasien
Pada saat datang dan dicatat dalam buku pendaftaran pasien. Hal – hal yang dicatat adalah hari dan tanggal, nomor urut, nomor foto, nama, umur, alamat, ruangan / poli, jenis pemeriksaan, biaya pemeriksaan, film yang digunakan.
b. Prosedur Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi dilakukan atas permintaan dokter dan dilakukan oleh radiographer sesuai dengan prosedur tetap yang ada di Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto”
c. Pembayaran
Pembayaran biaya pemeriksaan radiologi akan ditangani di bagian administrasi pasien. Sistem pembayaran dengan sistem billing. Administrasi pasien bersifat terpusat.
d. Penyerahan Hasil Pembacaan
Radiograf dan hasil ekspertisi raiolog merupakan milik pasien sepenuhnya dan dapat diambil pada hari pelaksanaan pemeriksaan.
e. Pengarsipan
Pengarsipan di Instalasi radiologi berupa hasil radiograf, USG, CT-Scan beserta hasil ekspertisinya yang disusun secara berurutan berdasarkan nomor foto.
Laporan pembukuan di Instalasi Radiologi dilakukan setiap hari oleh radiografer yang bertugas pada hari tersebut sehingga memudahkan merekap pada akhir bulan. Laporan ini meliputi jumlah pasien rawat inap, rawat jalan, jenis pemeriksaan jumlah pemakaian film, kerusakan film, serta total pendapatan. Untuk selanjutnya dilaporkan ke Direktur melalui struktur organisasi yang telah ada.
4.2.5. Peralatan di Instalasi Radioligi Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto”, yaitu :
a. Pesawat X-Ray stationary unit fluoroskopi DaeYoung 500 mA
b. Pesawat X-Ray mobile unit – Siemens Multi Mobile 2.5 40 mA (ICU)
c. Pesawat X-Ray Panoramic – Cranex 2.5 +
d. Pesawat Dental X-Ray – PooYee
e. Pesawat USG 4 Dimensi SonoAce Medison
f. Pesawat CT-Scan Toshiba X-series
4.2.6. Sarana Pendukung di Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto”, antara lain :
a. 1 buah ruang pemeriksaan dengan ukuran 4 x 5 x 6 m
b. 1 buah ruang CT-Scan dengan ukuran 4 x 5 x 6 m
c. 1 buah ruang USG dengan ukuran 2 x 3 x 4 m
d. 1 buah kamar gelap dengan ukuran 1,5 x 2,5 x 3 m
e. 1 buah ruang baca dokter dengan ukuran 2 x 3 x 4 m
4.2.7. Proteksi Radiasi dan Perijinan Pesawat
Instalasi Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” memiliki orang petugas proteksi radiasi yaitu Kus Endah Arayati, AMR. Perizinan pesawat mulai tanggal 12 April 2006 – 11 April 2008
4.3. Paparan Masalah
1. Perlengkapan kamar gelap akan sangat berpengaruh terhadap efisiensi kerja dan waktu pelayanan yang singkat. Di Instalasi Radiologi RS. Swasta waktu pelayanan di kamar gelap dibutuhkan waktu yang relatif lama. Jika di kamar gelap masih terdapat proses pencucian maka harus menunggu proses tersebut selesai baru film selanjutnya bias diproses di kamar gelap. Hal ini tentunya perlu diperhatikan mengingat motto pelayanan Instalasi Radiologi RS. Swasta adalah “Cepat, Tepat dan Aman”
2. Kamar gelap harus didesain sedemikian rupa agar memberikan kenyamanan bagi petugas maupun bahan – bahan yang ada didalamnya khususnya film radiografi. Hal ini akan berdampak terhadap kualitas radiograf yang dihasilkan. Kamar gelap di Instalasi Radiologi RS. Swasta belum sepenuhnya kedap dari cahaya. Masih terdapat kebocoran yang sangat memungkinkan film terbakar. Kebocoran cahaya berasal dari celah – celah pintu kamar gelap.
4.4. Penyebab Masalah
1. Non efisiensi waktu pelayanan kamar gelap di Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” disebabkan oleh beberapa faktor, antara lain
a. Processing otomatis yang terdapat di kamar gelap Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” sudah tidak bekerja secara maksimal serta desain yang memiliki nilai efisiensi yang rendah
b. Penempatan film yang diletakkan di laci secara bertumpuk akan memakan waktu dalam pengisian kembali karena harus mengeluarkan dos film yang ada di laci terlebih dahulu. Selain itu penempatan film secara horizontal dapat menimbulkan kerusakan pada film.
c. Tidak terdapatnya transfer box sehingga transportasi kaset yang akan digunakan menjadi terhambat.
2. Terjadinya kebocoran cahaya di kamar gelap Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” disebabkan oleh penggunaan kamar gelap dengan sistem satu pintu. Penggunaan sistem satu pintu memang beresiko seperti yang diungkapkan oleh Chesney (1989) ‘Kamar gelap satu beresiko terhadap keselamatan film karena sistem satu pintu apabila dibuka maka cahaya akan langsung masuk.
4.5. Pembahasan
1. Setiap konsumen dalam hal ini pasti menginginkan pelayanan yang instan dengan hasil yang memuaskan. Pelayanan yang relatif lama tentu berdampak buruk. Hasil diagnosa yang terlambat akan berakibat penanganan yang terlambat juga. Di Instalasi Radiologi RS. Swasta hal tersebut terjadi karena proses di kamar gelap memakan waktu yang cukup lama. Alternatif solusinya adalah :
a. Mengganti Processing otomatis sehingga kinerjanya dapat lebih optimal. Serta pemilihan desain processing otomatis harus dipertimbangkan. Desain processing otomatis sebaiknya dipilih dengan bentuk sedemikian rupa sehingga dapat diatur antara kamar gelap dan pengecekan film. Film yang telah diekspos dimasukkan ke dalam kamar gelap, dan menghasilkan radiograf yang keluar langsung pada tempat pengecekan film. Hal ini tampak sepele tapi sangat berpengaruh terhadap efisiensi kerja.
Keuntungan :
1. Peningkatan efisiensi kerja
2. Waktu pelayanan yang semakin singkat sehingga pasien tidak perlu menunggu terlalu lama di ruamg pemeriksaan.
Kerugian :
1. Dibutuhkan biaya untuk mengganti otomatis processing
2. Harus melubangi dinding pemisah kamar gelap dan tempat pengecekan film.
b. Meletakkan film secara vertikal serta penyediaan rak film
Keuntungan :
1. Pada saat mengisi film tidak perlu mengeluarkan dos film ukuran lainnya terlebih dahulu
2. Film tidak rusak karena diletakkan secara vertikal hal ini mengurangi menempelnya film satu dengan yang lain
Kerugiannya adalah harus menyediakan tempat untuk rak film
c. Pengadaan transfer box, Keuntungannya adalah mempercepat transportasi kaset apabila kaset tersebut akan digunakan untuk pemotretan selanjutnya.Sedangkan kerugiannya adalah dinding antara kamar gelap harus dilubangi terlebih dahulu.
2. Penggunaan sistem satu pintu sebenarnya memiliki keuntungan yaitu biaya yang diperlukan lebih murah serta tidak membutuhkan tempat yang luas. Hal ini didukung oleh luas lahan Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” yang terbatas. Walaupun demikian hal tersebut tetap saja menimbulkan resiko terbakarnya film. Terbakarnya film memang jarang terjadi di Instalasi Radiologi RS. Rumah sakit “Dr. Cipto” karena saat mengisi film tubuh kita membelakangi cahaya yang bocor. Tetapi hal tersebut tidak menjamin sepenuhnya keselamatan film. Human error sangat berpeluang dalam hal ini. Alternatif pemecahan dari masalah tersebut adalah :
a. Mengganti sistem satu pintu dengan dua pintu
Keuntungan :
1. Menghindari cahaya yang masuk meskipun salah satu pintu terbuka.
2. Kebocoran cahaya dapat diminimalkan
Kerugian :
1. Memerlukan tempat yang luas
2. Memerlukan sistem kunci untuk menghindari pintu terbuka secara bersama
b. Merubah tata letak kamar gelap dengan memindahkan letak film dan meja tempat mengisi film kearah yang berbeda dengan arah kebocoran cahaya dan menambahkan tirai pada pintu masuk kamar gelap kamar gelap
Keuntungan :
1. Tidak memerlukan tempat yang luas karena hanya memindahakan letak film yang belum terekspose dan meja tempat mengisi film.
2. Biaya yang dibutuhkan tidak terlalu besar
Kerugiannya adalah harus merubah tata letak kamar gelap secara keseluruhan
BAB V
PENUTUP
5.1. Kesimpulan
1. Di Instalasi Radiologi RS. Swasta waktu pelayanan di kamar gelap dibutuhkan waktu yang relatif lama. Jika di kamar gelap masih terdapat proses pencucian maka harus menunggu proses tersebut selesai baru film selanjutnya bias diproses di kamar gelap. Hal ini dikarenakan kinerja processing otomatis yang sudah tidak maksimal, penempatan film di laci yang bertumpuk yang menghambat proses isi ulang film ke dalam kaset, dan tidak adanya transfer box.
2. Kamar gelap di Instalasi Radiologi RS. Swasta belum sepenuhnya kedap dari cahaya. Masih terdapat kebocoran yang sangat memungkinkan film terbakar. Kebocoran cahaya berasal dari celah – celah pintu kamar gelap. Kebocoran ini disebabkan penggunaan sistem satu pintu.
5.2. Saran
1. Merubah tata letak kamar gelap dengan memindahkan letak film dan meja tempat mengisi film kearah yang berbeda dengan arah kebocoran cahaya dan menambahkan tirai pada pintu masuk kamar gelap kamar gelap.
2. Mengganti Processing otomatis sehingga kinerjanya dapat lebih optimal serta pemilihan desain processing otomatis yang tepat, Meletakkan film secara vertikal serta penyediaan rak film serta pengadaan transfer box di kamar gelap
0 Comments