CT (computed tomography)
Dalam radiologi konvensional (radiografi dan fluoroskopi), pencitraan 2 dimensi, berhasil untuk pencitraan obyek dengan kontras tinggi, namun tidak demikian untuk kontras rendah seperti perbedaan antara berbagai jaringan lunak. Citra obyek yang saling tumpang tindih (obyek 3 dimensi, citra 2 dimensi) mengaburkan perbedaan obyek dengan kontras rendah. Disamping itu penentuan distribusi spasial tidak mudah meskipun dengan menggunakan citra ortogonal.
Pencitraan dengan CT memperbaiki pencitraan konvensional. Diperoleh citra penampang lintang tubuh, menghadirkan obyek tidak saling tumpang tindih. Kontras rendah relatif lebih mudah dibedakan. Dengan komputer struktur internal tubuh 3 dimensi dapat direkonstruksi, dan penampang lintang tubuh dapat diamati.
Tujuan pencitraan CT adalah menentukan koefesien atenuasi dalam suatu matriks dari elemen volume jaringan dengan ukuran sama yang disebut voxel pada suatu bidang dengan ketebalan tertentu. Koefesien atenuasi pada setiap voksel dinyatakan sebagai skala abu-abu pada piksel yang sesuai dalam citra irisan 2 D. Nilai numerik pada piksel sesuai dengan nilai rerata koefesien atenuasi voksel, setelah dinormalisasikan dengan sifat atenuasi air.
CT membuat citra dua dimensi irisan/potongan penampang lintang dari berbagai arah. Pembentukan citra dilakukan secara digital, tiap irisan dibagi menjadi banyak elemen atenuasi dengan atenuasi linear m(x, y). Ukuran matriks 512 x 512 sesuai dengan ukuran piksel 0.5 mm untuk diameter citra 25 cm. Untuk pengamatan, citra sering dilakukan interpolasi menjadi 1024 x 1024. Ketebalan irisan z bervariasi dari 1 mm sampai 10 mm.
Bila diandaikan matriks digambarkan sebagai berikut, dengan berkasi sinar X yang datang dianggap berkas pensil.
Nilai transmisi setelah berkas melewati suatu deretan voksel dapat dinyatakan sebagai berikut.
Pq = ln (I0/Iq)
Pq menyatakan proyeksi semua atenuasi sepanjang garis dengan sudut q, pada deretan voksel ketiga arah y.
Dengan cara tersebut di atas diperoleh (512)2 persamaan yang berkaitan dengan 260 000 harga m (x, y).
Desain CT scanner
Dalam waktu sekitar 30 tahun desain CT telah mengalami 5 denerasi. Generasi pertama , Hounsfield original, menggunakan berkas pensil dan sepasang detektor yang secara simultan memperoleh daerah pandang untuk 2 irisan transversal tubuh yang berdekatan. Untuk memperoleh data dari arah lain, berkas dan detektor digerakkan translasi , dan kemudian rotasi mengelilingi pasien . Geometri berkas sempit memberikan pengaruh hamburan minimum, namun waktu scanning menjadi lama (sekitar 5 menit untuk memperoleh 2 tingkat anatomi secara simultan.
Scanner generasi kedua menggunakan translasi linier yang sama untuk memperoleh data, dan rotasi untuk mendapatkan data dari daerah pandang berikutnya, namun menggunakan berkas yang lebih lebar (berkas kipas sekitar 10°), yang dijatuhkan pada deretan detektor (sekitar 30). Waktu scan relatif lebih pendek menjadi sekitar 18 s per scan. Detektor multipel tidak sepanjang sumbu z . Multipel detektor arah z akan digunakan mulai pertengahan tahun 1990 yang dikenal dengan ”multiple detector row”.
Scanner generasi ketiga , menggunakan geometri ”rotate/rotate”, tabung dan detektor berputar bersamaan mengelilingi pasien. Berkas sinar X lebar (umumnya 45° – 55°) dan menggunakan 700 detektor atau lebih sehingga memungkinkan waktu scan menurun drastis menjadi 0.33 s sampai 1.0 s per 360° putaran sistem tabung dan detektor.
Scanner generasi keempat, menggunakan rotasi tabung sinar X dan berkas lebar, tetapi detektor stasioner yang dipasang tetap dan melingkar pada gantri mengelilingi pasien. Generasi keempat ini belum dilengkapi dengan multi baris detektor karena nilai detektor yang mahal dan juga berkaitan dengan elektronik. Dengan demikian sistem generasi ketiga adalah dasar dari multiple detector row CT (MDCT), yang juga dikenal sebagai multi slice CT.
Dalam scanner generasi keempat secara teknik tidak memberikan perbaikan yang signifikan dibanding dengan scanner generasi ketiga. Namun keduanya memiliki kelebihan dan keterbatasan yang spesifik. Dalam scanner generasi ketiga, misalnya terjadi pergeseran detektor akan mengakibatkan artefak bentuk cincin . Untuk menghindari hamburan tiap detektor dapat diberikan kolimator, karena geometri antara titik fokus detektor tetap. Dalam scanner generasi keempat dibutuhkan jumlah detektor zat padat yang lebih banyak dan tidak bergerak. Keuntungan lainketidak stabilan detektor tidak menimbulkan artefak cincin seperti pada scanner generasi ketiga. Pemberian kolimator pada detektor tidak memungkinkan, sehingga sensitif terhadap radiasi hambur. Oleh karenanya sistem MDCT hanya didasarkan pada desain scanner generasi ketiga.
Scanner generasi kelima, menggunakan bukan standar tabung sinar X stasioner dan cincin detektor stasioner, kedua sistem tidakperlu bergerak, dan dapat melaksanakan scan cukup cepat, cukup untuk mendeteksi jantung yang bergerak. Berkas elektron yang terfokus secara cepat menyapu target tungsten berbentuk semi sirkular yang terletak di bawah pasien : dinamakan electron beam CT (EBCT). Target tungsten didinginkan langsung, sehingga tidak sering membutuhkan pergantian. Empat cincin target tungsten dan multipel barisan detektor (2 baris) memungkinkan akuisisi 8 irisan citra tanpa translasi meja pasien. Waktu eksposi dimungkinkan 50 sampai 100 msec, membuat EBCT cocock untuk pencitraan jantung. Teknologi CT ini lebih mahal kompleks, dan lebih besar dibanding dengan teknologi MDCT modern. Saat ini teknologi MDCT sedang berkembang cepat.
Scanning berurutan dan spiral
Sebelum adanya perkembangan CT spiral, satu irisan tubuh diambil dengan satu kali rotasi berkas mengelilingi pasien, sementara itu meja pasien tetap stasioner. Kemudian meja sedikit digerakkan maju ke gantri, dan diikuti oleh proses scanning, demikian seterusnya sampai volume tubuh yang dimaksud terscanning. Urutan scanning memerlukan pemeriksaan lebih lamadibanding dengan sistem spiral, karena penundaan antar scanuntuk menggeser meja dan membalikkan arah rotasi tabung. Kecenderungan mis regristrasi detail anatomi terjadi karena sedikit gerakan organ pada saat antar scan, karena gerakan meja ataupun gerakan pasien.
CT dengan scanning berurutan ini disebut ”step-and-shoot”, scan-and view”, ”tranverse”, “non spiral”, “axial”, dan “sequential”. Kadangkala disebut juga dengan “adaptive axial interpolation”. Sebaliknya dengan CT spiral, meja secara kontinu translsi/digeser ke satu arah (menuju gantri). Dengan CT spiral ini untuk pertama kali data volume dapat diperoleh, dengan waktu scan sama atau kurang dari satu sekon. Citra dapat direkonstruksi pada sembarang posisi, dan rekonstruksi citra saling tumpang tindih akan meningkatkan resolusi sepanjang sumbu z.
Spiral CT, helical CT, volumetric CT
Scanning spiral dilakukan dengan pengambilan data kontinu disertai oleh gerakan pasien ke dalam gantri. Diperlukan tabung sinar X yang dapat melakukan paparan dalam waktu lama. Limitasi rating tabung, membatasi metoda untuk menggunakan arus rendah dan statistik pencacahan rendah. Modern scanner dapat beroperasi dengan 200 mA dalam 60 s, dan gerakan 10 mm/s untuk memperoleh data dari tubuh sepanjang 60 cm.
Kualitas citra tidak dapat dibandingkan dengan citra CT yang dibuat setiap irisan dengan paparan tunggal. Karena noise yang timbul akibat kekurangan data, dan data tidak diperoleh pada bidang ortogonal pasien.
Istilah yang penting dalam spiral CT adalah table pitch, berkaitan dengan volume yang didata dengan sistem spiral untuk tebal slice nominal. Menurut spesifikasi IEC 2002 (International Electrotechnical Commission), pitch p didefinisikan sebagai:
Table pitch ditentukan 1.0 bila jarak yang ditempuh tempat tidur selama satu rotasi sama dengan ketebalan slice nominal (contoh CT dengan detektor tunggal lebar kolimasi = 1.0 mm, dan gerakan meja (3600 ) 1.5 mm per rotasi, nilai p = 1.5/1 = 1.5. Untuk 4 baris detektor (MDCT) scanner dengan kolimasi 4 x 1 mm dan gerakan meja 6 mm per rotasi nilai p = 6/(4 x 1) = 1.5 juga.
Keuntungan spiral CT
· Ketebalan slice, interval dan titik awal slice dipilih restrospektif (contoh daerah interest/lesion 5 mm akan dideteksi dengan slice 5 mm). Dalam CT konvensional kecuali slice dimulai pada pinggir lesion, dua slice akan kehilangan kontras.
· Rekonstruksi tidak hanya dibatasi pada irisan transversal.
· Scan lebih cepat memungkinkan pemeriksaan dilakukan pada satu nafas penuh.
· Scan cepat menghasilkan tingkat kontras tinggi.
Kemungkinan terjadi artefak lebih tinggi dibanding dengan CT konvensional
· Mechanical misalignment and patient movement
· Detector non-uniformities
· Partial volume effects
· Beam hardening, berpengaruh pada ketelitian perkiraan koefesien atenuasi.
· Aliasing
· Noise
· Scatter tidak linear dan distribusi sangat tergantung pada obyek.
Multiple Detector Row CT (MDCT)
Pada permulaan tahun 1998, dikenalkan sistem MDCT 4 slice, yang memperpendek waktu scan, berkemampuan memperoleh irisan lebih tipis dalam waktu scan sama, sehingga lebih efesien. Sebagai contoh, dengan MDCT 4 slice , scanning daerah anatomi tertentu dengan jumlah irisan tertentu, tiap irisan 5 mm, dapat dilaksanakan dengan waktu ¼ waktu yang dibutuhkan oleh SDCT. Keuntungan yang lain, scan dapat dapat dilaksanakan dengan waktu sama dengan sistem SDCT, tetapi dengan irisan 4 kali lebih tipis, atau tebal 1.25 mm, akan meningkatkan resolusi tinggi, sehingga dapat dimanfaatkan untuk angiografi 3D ataupun keperluan klinis yang lain.
Presentasi data
CT number, berkaitan dengan m (x, y) piksel dan mair atau (mw)
K konstanta dengan harga 1000 pada skala Hounsfield.
Dalam layar antara hitam–putih terdapat 30 tingkat abu-abu yang dapat dibedakan, oleh karenanya perlu dilakukan penyesuaian nomer CT rata-rata (window level) dengan jangkauan nomer CT (window width).
Wide window, membedakan struktur dengan berbagai perbedaan nilai m, narrow window untuk struktur dengan variasi m kecil
Contoh, akan diamati suatu perubahan m sekitar 5%, yang berada dalam jangkauan nomer CT 25. Penggunaan window +500 sampai –500 mengakibatkan perubahan tidak tampak. Namun bila dipakai window –10 sampai +50, nomer CT 25 merupakan hampir setengah jangkauan dan beberapa tingkat abu-abu akan tampak dalam displai.
Dosis pasien
Ada 3 aspek perbedaan dosis dalam pembentukan citra antara dengan CT dan radiografi konvensional. Pertama karena satu citra CT diperoleh dengan sinar X yang terkolimasi tinggi, maka volume jaringan yang diradiasi dengan radiasi primer lebih sedikit dibanding dengan pada konvensional radiografi, misalnya radiografi thorax. Kedua, dalam CT volume jaringan diradiasi dari segala sudut, menyebabkan dosis radiasi terdistribusi merata. Dalam radiografi konvensional dosis entrans kulit berbeda dengan dosis eksit, radiasi melewati jaringan dan dosis mengalami penurunan secara eksponensial. Ketiga, akuisisi CT memerlukan SNR (signal to noise ratio) tinggi untuk memperoleh resolusi kontras tinggi, sehingga dosis radiasi pada volume lapisan relatif lebih tinggi karena menggunakan kV dan mAs yang lebih tinggi. Sebagai contoh dalam radiografi thorax PA digunakan kondisi sekitar 120 kV dan 5 mAs, sedangkan dalam CT biasanya digunakan 120 kV 100 mAs.
Profil dose pada slice/irisan
Computed tomographic dose index (CTDI), luas kurva dibagi tebal irisan nominal dan mAs, yang secara matematis dapat dinyatakan sebagai berikut
CTDI = (fX/T) x L
F adalah faktor konversi air kerma to dose (mGy/mGy) atau exposure to dose (mGy/R atau rad/R), X adalah kerma yang terukur (mGy) atau eksposi (R), L adalah panjang bilik ionisasi yang digunakan untuk mengukur, dan T adalah tebal irisan (mm).
Harga CTDI bervariasi, tergantung pada pesawat CT, pada umumnya berkisar 0.15 – 0.4 mGy (mAs)-1.
Sebagai contoh lain, nilai CTDI yang diperoleh dengan mengambil rata-rata berbagai pesawat CT.
Dosis organ dapat diperkirakan dari dosis axial dalam udara, yang selanjutnya untuk kalkulasi dosis efektif (menggunakan teknik Monte Carlo)
Untuk harga mAs, lebar/tebal irisan, dan jumlah irisan tertentu, nilai dosis efektif akan proporsional dengan CTDI
Tingkat dosis efektif rata-rata dari CT di UK
Prosedur | NRPB (1991) | East Anglian (1996) |
Kepala rutin | 1.8 | 1.0 |
Sinus | 0.3 | 0.7 |
Thorax rutin | 7.8 | 5.2 |
Mediastinum | 7.6 | 5.8 |
Pankreas | 5.2 | 4.8 |
Pelvis rutin | 7.1 | 6.0 |
Lumbar spine | 3.3 | 3.8 |
0 Comments