Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

PARAMETER PEMERIKSAAN MRI

Ada banyak parameter tersedia yang dapat diubah oleh operator ketika ingin membuat sebuah sequence. Pilihan penggunaan pulsa sequence menentukan mutu gambaran seperti halnya kepekaan mereka ke ilmu penyakit. Parameter Pemilihan waktu yang terpilih spesifically menentukan gambaran yang dibuat.
Ä TR menentukan nilai T1 dan pembobotan proton density.
Ä Flip angle mengontrol nilai T1 dan pembobotan proton density.
Ä TE mengontrol nilai T2.
Mutu gambaran dikendalikan oleh banyak faktor. Itu adalah hal yang sangat penting bahwa operator menyadari faktor ini dan bagaimana mereka menghubungkan satu dengan yang lain, sedemikian sehingga kualitas mutu gambaran yang optimal selalu dapat diperoleh. Ada empat pertimbangan utama menentukan mutu gambaran diantranya adalah:
  1. Signal to noise ratio (SNR),
  2. Contrast to noise ratio (SNR),
  3. Spatial resolution,
  4. Scan time.
Signal to noise ratio (SNR)
Yang dimaksud SNR adalah perbandingan antara besarnya amplitudo sinyal dengan besarnya amplitudo noise dalam gambar MRI. Signal tersebut dapat mempengaruhi voltase tegangan pada receiver coil dengan cara presesi (precession) dari NMV pada bidang transvelsal. Noise ini digeneralisasi dengan adanya pasien yang berada pada medan magnet, dan dengan menggunakan pulsa listrik dari sistem tersebut. Noise yang ada adalah konstan pada setiap pasien dan tergantung pada objek dari pasien, area yang diperiksa dan inherent noise dari sistem. Noise terjadi pada semua frekwensi dan juga acak pada waktunya. Walau bagaimanapun signal yang terjadi adalah curmulative dan tergantung pada banyak faktor dan dapat diubah. Signal tersebut kemudian ditingkatkan atau dikurangi sehubungan dengan noise yang ada. Meningkatkan signal itu dapat meningkatkan SNR, sedangkan bila mengurangi signal maka SNR akan berkurang. Oleh karena itu, manapun faktor yang mempengaruhi amplitudo itu pada akhirnya akan mempengaruhi SNR. Faktor yang mempengaruhi SNR adalah:
Ä proton density dari luas lapangan yang diperiksa,
Ä voxel volume,
Ä TR, TE dan flip angle,
Ä NEX,
Ä receive bandwidth,
Ä type coil.
Proton density
Jumlah proton yang ada pada daerah yang diperiksa menunjukkan amplitudo dari signal yang diterima. Daerah yang mempunyai jumlah proton density yang rendah (seperti daerah paru), maka mempunyai signal yang rendah, begitu pula dengan SNR yang rendah, sedangkan area dengan jumlah proton density yang tinggi (seperti daerah pelvis), mempunyai signal yang kuat dan SNR yang tinggi.
clip_image002
Voxel volume
Gb. 1 Voxel.
Satu unit bangunan dari gambaran digital dinamakan pixel. Terangnya sebuah pixel menunjukkan kuatnya signal MRI yang dihasilkan dari satu unit volume pada organ pasien atau disebut dengan voxel. Voxel ini menunjukkan volume jaringan lunak atau organ dari pasien, dan hal ini ditentukan oleh pixel area dan ketebalan slice (Gb. 1). Pixel area ini ditentukan oleh besarnya ukuran FOV dan jumlah pixel pada FOV atau disebut juga dengan matrix. Sedangkan;
clip_image003
clip_image005
Gb. 2 Voxel volume dan SNR
Matrix yang kasar menunjukkan jumlah frekuensi encoding yang rendah dan atau phase encoding dan akan menghasilkan jumlah pixel yang rendah pada FOV. Matrix yang kasar menghasilkan pixel dan voxel yang besar (diumpamakan diberikan FOV yang berbentuk kotak atau kubus). Matrix yang halus adalah dimana matrix tersebut mempunyai jumlah frekuensi encoding dan atau phase encoding yang tinggi, dan menghasilkan jumlah pixel yang besar pada FOV. Matrix yang halus atau baik ditunjukkan dengan ukuran pixel dan voxel yang kecil. Voxel yang besar menghasilkan jumlah spin atau nuclei yang lebih banyak dibandingkan dengan voxel yang lebih kecil, sedangkan dengan mempunyai nuclei yang lebih banyak maka akan membuat signal menjadi lebih baik. Jumlah voxel yang lebih banyak akan meningkatkan SNR dibandingkan dengan jumlah voxel yang lebih kecil (Gb. 2).
SNR tersebut sebanding dengan voxel volume dan parameter manapun yang mengubah ukuran voxel sehingga mengubah SNR itu. Pilihan manapun yang digunakan untuk menurunkan ukuran voxel maka juga akan menurunkan SNR, dan begitu pula dengan kebalikannya. Voxel dapat diubah dengan cara mengubah ketebalan slice atau pixel area. Melipatgandakan ketebalan slice maka akan melipatgandakan pula volume voxel dan SNR, sedangkan bila menurunkan nilai ukuran slice menjadi setengahnya maka nilai SNR akan menjadi setengahnya (Gb. 3).
clip_image007
Gb. 3 Slice thickness terhadap SNR
Pixel area dapat dirubah dengan cara mengubah ukuran matrix atau mengubah FOV. Diumpamakan bahwa FOV berbentuk kotak atau kubus, melipatgandakan phase encoding, maka akan menurunkan nilai dimensi pixel menjadi setengahnya pada phase axis. Hal ini juga akan menyebabnkan volume voxel dan SNR menjadi setengahnya. Ini akan menjadi kebalikannya jika jumlah phase encoding menjadi setengah maka volume voxel dan SNR akan menjadi dua kali lipat.
Melipatgandakan FOV maka akan melipatgandakan volume voxel pada kedua sumbu pixel, dan akan meningkatkan volume voxel dan SNR empat kali lipat. Hal yang berkebalikan juga akan terjadi bila menurunkan nilai FOV menjadi setengahnya maka volume voxel dan SNR akan berkurang menjadi seperempatnya dari nilai yang sebenarnya. FOV merupakan salah satu faktor yang sangat berpengaruh terhadap SNR (Gb. 4).
clip_image009
Gb. 4 FOV terhadap SNR
TR, TE dan flip angle
Meskipun TR, TE dan flip angle adalah parameter yang sering digunakan untuk mengubah kontras gambar, mereka juga dapat mempengaruhi SNR dan qualitas gambar secara keseluruhan. Spin echo pulse sequence secara umum mempunyai signal yang lebih baik apabila dibandingkan dengan gradient echo sequence, selama menggunakan flip ange 900 pada magnetisasi longitudinal terhadap magnetisasi transversal. Gradient echo pulse sequence hanya mengkonversi suatu proporsi magnetisasi longitudinal ke dalam magnetisasi transversal, seperti saat mereka menggunakan flip angle selain dari 900. Sebagai tambahan, rephasing pulsa 1800 akan lebih efisien pada saat rephasing dibandingkan dengan rephasing gradient pada gradient echo sequence, sehingga echo yang terakhir akan mempunyai amplitudo signal yang lebih besar.
Flip angle mengontrol besar magnetisasi transversal yang diinduksikan oleh signal yang berada pada coil (Gb. 5). Titik maksimum signal amplitudo dapat dicapai pada flip angle 900.
Semakin kecil flip angle, maka SNR semakin lemah.
TR mengontrol besar magnetisasi longitudinal yang diizinkan untuk mengembalikan (recover) eksitasi pulsa sebelum eksitasi pulsa selanjutnya diberikan. TR yang panjang dapat memberikan pengembalian yang penuh terhadap magnetisasi longitudinal sehingga siap untuk diberikan pada repetisi berikutnya. TR yang singkat tidak dapat memberikan pengembalian yang penuh terhadap magnetisasi longitudinal, sehingga kurang siap untuk diberikan pada repetisi berikutnya.
TR yang panjang meningkatkan SNR dan TR yang singkat menurunkan SNR.
TE dapat mengontrol besar magnetisasi transversal sehingga dapat decay sebelum echo disatukan. TE yang panjang dapat menghasilkan decay pada magnetisasi transversal sebelum echo tersebut disatukan, sedangkan bila TE singkat maka tidak akan terjadi (Gb. 6).
TE yang panjang mengurangi SNR dan TE yang singkat meningkatkan SNR.
Gb. 6 TE terhadap SNR
Number of averages (NEX)
clip_image011NEX menunjukkan berapa kali data tersebut diperoleh atau dicatat selama scanning. NEX mengontrol jumlah data yang disimpan pada masing-masing K space. Double NEX berarti jumlah data yang tersimpan pada K-space juga double. Namun karena noise-nya random dimana saja data tersebut dicatat, sedangkan sinyalnya tetap; maka double NEX akan meningkatkan SNR hanya sebesar √ 2 = 1,4. Meningkatkan NEX bukan pilihan terbaik untuk meningkatkan SNR (Gb. 7). Meningkatkan NEX juga akan mengurangi motion artefact.
Gb. 7 NEX terhadap SNR

Receive bandwidth
clip_image013Receive bandwidth adalah rentang frekuensi yang terjadi pada sampling data pada obyek yang di scan. Mengurangi nilai receive bandwidth maka akan menurunkan noise yang akan disampling pada signal. Sesuai dengan rendahnya noise yang diberikan maka akan sesuai dengan signal, SNR akan meningkat sesuai dengan berkurangnya nilai receive bandwidth (Gb. 8). Semakin kecil bandwidth maka noise akan semakin mengecil, tapi akan berpengaruh terhadap TE minimal yang bisa dipilih.
Gb. 8 Bandwidth terhadap SNR
Tipe coil
Coil dengan jenis quadrature dengan dua receiver coil dan surface coil sehingga akan menempel dekat dengan organ dan akhirnya akan meningkatkan SNR.
Cara meningkatkan SNR
SNR Dapat ditingkatkan dengan cara:
Ä gunakan SE atau FSE bila memungkinkan
Ä gunakan coil yg tepat dan tuning yg tepat
Ä gunakan matrix yang kasar
Ä gunakan FOV yang besar
Ä pilih slice yang tebal
Ä gunakan NEX sebesar mungkin.
Contrast to noise ratio (CNR)
Adalah perbedaan SNR antara organ yang saling berdekatan. CNR dipengaruhi oleh faktor yang sama seperti faktor yang mengontrol SNR. CNR yang baik dapat menunjukkan perbedaan daerah yang patologis dan daerah sehat.
CNR dapat ditingkatkan dengan:
Ä menggunakan kontras media
Ä menggunakan T2
Ä memilih magnetization transfer
Ä menghilangkan gambaran jaringan normal dengan spectral pre-saturation, atau menggunakan STIR atau FLAIR untuk menekan jaringan tertentu.
Kontras Gambar tergantung pada:
Ä TR
Ä TE
Ä TI
Ä flip angle
Ä flow
Ä turbo factor (pada FSE)
Ä T1
Ä T2
Ä proton density
Teknik lain yang dapat mempengaruhi CNR antara jaringan adalah tranfer magnetisasi.
Spatial resolusi
Adalah kemampuan untuk membedakan antara dua titik secara terpisah dan jelas. Ini dikontrol oleh ukuran voxel. Semakin kecil ukuran voxel, resolusi akan semakin baik. Ukuran voxel dapat dipengaruhi oleh:
Ä slice thickness,
Ä FOV,
Ä jumlah pixel atau matrix.
Spatial resolution dapat ditingkatkan dengan :
Ä slices tipis
Ä matrix halus/kecil
Ä FOV kecil
Ä menggunakan rectanguler/asymetric FOV bila memungkinkan.
Besarnya matrix menunjukkan jumlah pixel yang ada dalam FOV. Ukuran pixel yang kecil dapat meningkatkan spatial resolusi sebagaimana dapat meningkatkan kemampuan mereka untuk membedakan dua struktur yang berdekatan yang ada pada pasien. Meningkatkan nilai matrix dapat pula meningkatkan spatial resolusi (Gb. 9).
clip_image015
Gb. 9 Pixel size terhadap matrix size
Spatial resolusi dan dimensi pixel
Pixel dengan bentuk bujursangkar selalu dapat memberikan gambaran spatial resolusi yang lebih baih apabila dibandingkan dengan pixel yang berbentuk empat persegi panjang pada gambar dengan frekuensi dan phase yang sama. Jika FOV berbentuk bujursangkar, maka pixelnya pun akan berbentuk bujursangkar pada matrix yang dipilih, misalnya 256 x 256. Jika FOV berbentuk bujursangkar dan matrix yang dipilih tidak seimbang , misalnya 256 x 128 maka pixelnya akan berbentuk empat persegi panjang (Gb. 10 dan 11).
Gb. 10 Pixel bujursangkar (Square pixels).
Gb. 11 Pixel empat persegi panjang (Rectangular pixels).
Ä Square pixels, menetapkan SNR dengan mengabaikan matrix yang dipilih. Matrix menunjukkan waktu scan dan FOV.
Ä Rectangular pixel, menetapkan FOV yang berbentuk bujursangkar dengan mengabaikan matrix yang dipilih. Matrix menunjukkan waktu scan dan resolusi.
Scan Time
Scan time adalah waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan sebuah data akuisisi atau sequence. Scan time merupakan salah satu factor yang penting dalam menghasilkan kualitas gambar, semakin lama waktu yang diberikan untuk menghasilkan satu data akuisisi maka akan semakin besar kemungkinan bagi pasien untuk melakukan pergerakan. Waktu scanning dipengaruhi oleh TR, jumlah phase encoding, dan NEX.
Untuk mengurangi waktu scan dapat dilakukan dengan cara:
Ä TR sependek mungkin
Ä Matrix kasar
Ä NEX sekecil mungkin.
Trade-offs
Saat ini mungkin banyak cara yang dapat dilakukan untuk men-trade-off parameter dengan puse sequence. Idealnya sebuah gambaran mempunyai SNR yang tinggi, spatial resolusi yang baik dan dilakukan dengan waktu scan yang sangat singkat. Walaupun demikian, hal ini jarang dilakukan bahwa dengan meningkatkan satu factor, maka akan mengurangi salah satu bahkan keduanya. Ini merupakan hal yang sangat penting bahwa operator atau radiographer mempunyai poemahaman yang sangat baik dari semua parameter yang dapat mempengaruhi kualitas gambar dan bagaimana cara untuk memperlakukannya (trade-offs).
clip_image017
clip_image019
Trade Off T2 Axial HEAD MRI dengan perubahan Slice Thickness dari 6 mm / 7 mm menjadi 3 mm/ 3.5 mm
Normal Trade Off
FOV 24 cm 26 cm
Slice Thickness 6 mm 3 mm
Interslice Gap 7 mm 3.5 mm
Time Repetition 5157.0 ms 4002.7 ms
TE effektif 125.5 ms 153.5 ms
Echos 1 1
NEX 3 4
Flip Angle 900 900
Scan Time 3m5s 6m24s
Matrix Read 256 256
Matrix P1 192 192
Bandwitch 1 26246.7 Hz 21739.1 Hz
Slice 16 5
clip_image021clip_image023
Normal Trade Off
Trade Off T2 LUMBAL Axial MRI dengan perubahan Matrix 192x192 pada NEX 6 ; 192x128 pada NEX 6 dan 192x128 pada NEX 4
Normal Trade Off 1 Trade Off 2
FOV 25 cm 25 cm 25 cm
Slice Thickness 5 mm 5 mm 5 mm
Interslice Gap 5.5 mm 5.5 mm 5.5 mm
Time Repetition 2600 ms 2600 ms 2600 ms
TE effektif 110.0 ms 110.0 ms 110.0 ms
Echos 1 1 1
NEX 6 6 4
Flip Angle 900 900 900
Scan Time
Matrix Read 192 192 192
Matrix P1 192 128 128
Bandwitch 1 15151.5 Hz 15151.5 Hz 15151.5 Hz
Slice 3 3 3
clip_image025clip_image027
Normal Trade Off 1
clip_image029
Trade Off 2
Trade Off T2 Axial LUMBAL MRI dengan perubahan Time Repetition dan TE effektif dari 3853.1 ms/ 110.0 ms ; 4700.0 ms/ 110.0 ms ; 4550.4 ms/ 61.6 ms dan 6919.9 ms/ 200.0 ms
Normal Trade Off 1 Trade Off 2 Trade Off 3
FOV 28 cm 28 cm 28 cm 28 cm
Slice Thickness 5 mm 5 mm 5 mm 5 mm
Interslice Gap 5.5 mm 5.5 mm 5.5 mm 5.5 mm
Time Repetition 3853.1 ms 4700.0 ms 4550.4 ms 6919.9 ms
TE effektif 110.0 ms 110.0 ms 61.6 ms 200.2 ms
Echos 1 1 1 1
NEX 5 5 5 5
Flip Angle 900 900 900 900
Scan Time 3m51s 4m42s 4m38s 6m55s
Matrix Read 192 192 192 192
Matrix P1 192 192 192 192
Bandwitch 1 15151.5 Hz 15151.5 Hz 45454.5 Hz 12500 Hz
Slice
clip_image031 clip_image033
Normal Trade Off 1
clip_image035 clip_image037 Trade Off 2 Trade Off 3